Selasa, 20 April 2010

HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN INTENSITAS CAHAYA DI PERAIRAN TELUK HURUN

Jurnal Torani. Vol. 14 (4) Desember 2004. ISSN : 0853-4489

HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN INTENSITAS CAHAYA DI PERAIRAN TELUK HURUN
(The relationship between phytoplankton primary productivity and light intensity in the Gulf of Hurun)

Rahmadi Tambaru1, Enan M. Adiwilaga2, & Richardus F. Kaswadji2

1)Fakultas Imu Kelautan dan Perikanan, UNHAS Makassar
2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor

PENDAHULUAN
Produktivitas primer perairan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu besarnya intensitas cahaya, kandungan unsur hara dan kelimpahan jenis fitoplankton. Ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dan apabila salah satu diantaranya kurang ditemukan dalam suatu perairan maka kandungan produktivitas primer akan ditemukan rendah.
Intensitas cahaya dalam hal ini cahaya matahari merupakan jumlah energi yang diterima oleh bumi pada waktu dan areal tertentu (Wetzel dan Licken, 1979). Intensitas ini merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Jumlah energi yang diterima oleh bumi bergantung kepada kualitas, kuantitas dan lama periode penyinaran, yang merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan.
Selanjutnya, aspek dasar dari cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua karakter ini berfluktuasi di laut, bergantung kepada waktu (harian, musiman, dan tahunan), ruang (perbedaan lokasi di bumi dan kedalaman), kondisi cuaca, penyebaran sudut datang termasuk arah perubahan maksimum, dan tingkat difusi dan polarisasi (Parsons, et al., 1984). Kesemua faktor tersebut mempengaruhi besar kecilnya cahaya masuk ke perairan, yang tentunya sangat berhubungan erat dengan kandungan produktifitas primer perairan. Oleh karena itu, telah dilakukan suatu penelitian menyangkut tentang hubungan intensitas cahaya dengan produktifitas primer di perairan Teluk Hurun pada berbagai waktu inkubasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Hurun Lampung pada bulan Mei 2000, yang secara geografis terletak pada 105o 13’ 0” BT dan 5o 31’ 30” sampai 5o 33’ 36” LS. Intensitas cahaya dan produktifitas primer diukur pada berbagai waktu inkubasi yaitu waktu inkubasi I (06:00-10:00); II (10:00-14:00); dan III (14:00-18:00), dan pada empat kedalaman masing-masing 0 m, 5 m, 10 m, dan 15 m.. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali berdasarkan hari.
Pengukuran produktivitas primer dilakukan melalui metode inkubasi. Untuk pengukuran intesitas cahaya, dilakukan dengan menggunakan alat Rigo Submarine Iluminometer langsung di lapangan yang dilakukan pada tiap waktu dan kedalaman inkubasi. Dalam menganalisis hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan Regresi Linier Sederhana.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Cahaya pada Berbagai Waktu dan Kedalaman Inkubasi
Pengukuran pada berbagai waktu dan kedalaman inkubasi dilakukan untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan, disamping mengetahui kedalaman lapisan eufotik. Secara umum intensitas cahaya pada tiap waktu dan kedalaman inkubasi dikategorikan masih dalam lapisan eufotik, dengan demikian besarnya intensitas cahaya dalam penelitian ini memberikan pengaruh positif dalam menunjang keberlangsungan proses fotosintesis.
Pada Tabel 1 memperlihatkan masing-masing waktu inkubasi mengalami penurunan nilai intensitas cahaya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Terlihat pada waktu inkubasi I mulai dari kedalaman 0 m, 5 m, 10 m sampai 15 m mengalami penurunan. Demikian pula pada waktu inkubasi II dan waktu inkubasi III.
Besarnya nilai intensitas cahaya ditemukan berbeda pada masing-masing waktu inkubasi disebabkan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan perairan memiliki sudut datang yang berbeda-beda. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Parsons et al., (1984) dan Sumich (1992) bahwa sudut datang sangat mempengaruhi besarnya nilai intensitas cahaya tiba di permukaan perairan. Selanjutnya, dari hasil penelitian (Tabel 1) ditemukan intensitas cahaya yang semakin menurun sejalan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal ini disebabkan intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan mengalami penurunan ketika sudut datang matahari semakin kecil (Sumich, 1992). Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, dalam penelitian ini ditemukan nilai intensitas cahaya tertinggi sampai ke kedalaman pada waktu inkubasi II, oleh karena intensitas cahaya pada waktu inkubasi tersebut mempunyai sudut datang lebih besar dari waktu inkubasi yang lain.
Kandungan Produktifitas Primer pada Berbagai Waktu dan Kedalaman Inkubasi
Pada Tabel 1 memperlihatkan produktifitas primer tertinggi ditemukan pada waktu inkubasi II, dan di berbagai kedalaman pada waktu inkubasi tersebut ditemukan nilai tertinggi pada kedalaman 5 m. Tingginya kandungan produktifitas primer pada waktu inkubasi II disebabkan karena intensitas cahaya lebih besar. Besarnya intensitas cahaya ini menyebabkan aktifitas fitolankton lebih aktif dibandingkan pada waktu inkubasi yang lain. Selanjutnya kedalaman 5 m pada waktu inkubasi II ditemukan nilai lebih tinggi dari kedalaman yang lain pada waktu inkubasi yang sama. Hal ini disebabkan intensitas cahaya yang ada (103 367 lux) sangat sesuai dengan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Tidak didapatkan produktivitas primer pada kedalaman 0 m, disebabkan intensitas cahaya yang ada saat itu (213 533 lux) sangat tinggi menyebabkan pigmen-pigmen fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis mengalami penghambatan.
Selanjutnya, pada waktu inkubasi III, intensitas cahaya yang ada mengalami penurunan jika dibandingkan dengan waktu inkubasi II (Tabel 1). Konsekwensinya, aktifitas fitoplankton mengalami penurunan dalam melakukan proses fotosintesis, mengakibatkan terjadinya penurunan produksi. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Nybakken (1988), laju produksi primer akan menurun bila intensitas cahaya juga menurun. Namun, hasil yang diperoleh masih lebih baik jika dibandingkan dengan waktu inkubasi I.
Waktu inkubasi I merupakan waktu inkubasi yang memberikan hasil lebih rendah dari waktu inkubasi yang lain (Tabel 1). Hal ini disebabkan pada waktu inkubasi tersebut, fitoplankton baru melakukan taraf penyesuaian dengan kondisi intensitas cahaya yang baru masuk ke perairan (pagi hari). Jenis-jenis fitoplankton saat itu baru melakukan penyesuaian ke lapisan air di mana intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jeffries dan Mills (1996 dalam Effendi, 2000) bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh pada tingkah laku organisme akuatik. Alga planktonik memperlihatkan respon terhadap intensitas cahaya yang ada, oleh karena itu melakukan pergerakan vertikal pada kolom air (Valiela, 1984). Periode penyesuaian ini menyebabkan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis belum berjalan secara optimal.
Hubungan Intensitas Cahaya dengan Produktivitas Primer
Dalam penelitian ini, hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada masing-masing waktu dan kedalaman inkubasi dianalisis dengan menggunakan analisa regresi linier sederhana dengan maksud untuk melihat keeratan hubungan antar keduanya.
Secara umum hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer menunjukkan hubungan yang sangat kuat pada semua waktu inkubasi. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai koefisien determinasi (R2) di atas 50 %. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa produktivitas primer di perairan Teluk Hurun sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Dalam hubungannya dengan waktu inkubasi, terlihat bahwa hubungan yang sangat kuat terjadi pada waktu inkubasi II dengan nilai R2 sebesar 96.62 %.
Pada Gambar 1 terlihat hubungan yang kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman dengan persamaan regresinya adalah Y = -6E-09 X2 + 0.0005 X + 13.884 dan koefisien determinasinya adalah 52.48 %. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya, dalam bentuk kuadratik.
Gambar 2 memperlihatkan perbedaan kandungan produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman. Terlihat bahwa pada kedalaman 10 m ditemukan kandungan produktivitas primer yang tertinggi. Bila dihubungkan dengan intensitas cahaya, tentunya pada kedalaman 0 m atau 5 m akan didapatkan produktivitas primer tertinggi oleh karena intensitas cahaya yang ada lebih tinggi dari kedalaman 10 m (Tabel 1), di samping besarnya intensitas cahaya saat itu (pagi hari) belum merupakan faktor penghambat pada kedalaman dekat permukaan. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa saat itu fitoplankton dalam tahap penyesuaian ke lapisan di mana intensitas cahaya yang ada sesuai dengan perkembangannya. Proses penyesuaian inilah yang menyebabkan fitoplankton belum optimal melakukan proses fotosintesis, di samping kelimpahan fitoplankton secara umum ditemukan lebih tinggi pada kedalaman yang lebih dalam (kondisi pagi hari).
Selanjutnya, Gambar 3 memperlihatkan hubungan yang sangat kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi II di berbagai kedalaman dengan persamaan regresinya adalah Y = -2E-09 X2 + 0.0004 X + 24.481 dan koefisien determinasinya adalah 96.62 %, dalam bentuk kuadratik.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa kedalaman 5 m merupakan kedalaman dengan kandungan produktivitas primer tertinggi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena intensitas cahaya pada kedalaman 5 m (Tabel 1) merupakan intensitas yang sangat sesuai untuk fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Pada kedalaman 0 m dengan intensitas cahaya 213 533 lux (Tabel 1) diduga sangat kuat, sehingga pigmen-pigmen fotosintesis fitoplankton tidak dapat melakukan penyerapan cahaya secara optimal. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Hendersen-Seller dan Markland (1987) bahwa pada umumnya intensitas cahaya yang lebih besar sebenarnya lebih efektif dalam proses fotosintesis, namun pada tingkat cahaya yang sangat tinggi dapat mengurangi laju proses tersebut, di samping itu enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis tidak dapat memainkan peranannya (Valilela, 1984).
Gambar 5 memperlihatkan hubungan yang kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi III dengan persamaan regresinya adalah Y = -4E-08 X2 + 0.0026 X + 8.4256 dan koefisien determinasinya adalah 88,76 %, dalam bentuk kuadratik.
Intensitas cahaya pada waktu inkubasi III di berbagai kedalaman telah mengalami penurunan dibandingkan dengan waktu inkubasi II (Tabel 1 dan Gambar 6). Kondisi ini secara logika akan ditemukan kandungan produktivitas primer tertinggi pada kedalaman 0 m di mana intensitas cahaya tidak lagi menghambat pigmen-pigmen fotosintesis fitoplankton. Namun, hal itu tidak terjadi bahkan justru ditemukan tertinggi pada kedalalaman 5 m (Gambar 5). Kelimpahan fitoplankton pada waktu inkubasi III inilah yang menjadi alasan mengapa produktivitas primer tertinggi tidak ditemukan pada kedalaman 0 m. Kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 5 m diduga lebih tinggi dari 0 m menyebabkan produktivitas primer ditemukan tertinggi. Tidak ditemukannya kelimpahan tertinggi pada ke dalaman 0 m oleh karena penyinaran matahari sebelumnya sangat tinggi, kondisi ini tidak menguntungkan bahkan mematikan fitoplankton yang ada di permukaan.

KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh pada masing-masing waktu inkubasi memperlihatkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dan produktivitas primer memperlihatkan hubungan yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat pada nilai R2 masing-masing mempunyai nilai lebih dari 50 %. Dari nilai R2 yang didapatkan menunjukkan bahwa intensitas cahaya mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kandungan produktifitas primer pada waktu inkubasi II, selanjutnya waktu inkubasi III, dan kemudian waktu inkubasi I.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hendersen-Seller, B., and H.R. Markland. 1987. Decaying Lakes. The Origins and Control of Cultur Eutrophication. John Wiley & Sons.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta.

Parson, T. R., M. Takashi and B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Third Edition. Pergamon Press, Offord-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biologi Marine Life. Fifth Edition. WCB WM.C.Brown Publisher.

Umaly, R. C. and L. A. Cuvin. 1988. Limnology:Laboratory and Field Guide Physico-Chemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publ., Manila.

Valiela, I. 1984. Marine ecologycal processes. Springer-Verlag. New York.

Wetzel, R. G. and G. E. Licken. 1979. Limnological Analyses. W.B. Sounders Company, Philadelphia.


Contact person :
Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si.
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245
0411-58700/085299677570

Tidak ada komentar:

Posting Komentar