Sabtu, 09 Oktober 2010

PENENTUAN STANDAR PENGUKURAN PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE

Torani. Vol. 3 Setember 2008. ISSN : 0853-4489

PENENTUAN STANDAR PENGUKURAN PRODUKTIVITAS PRIMER DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE
(The Determination of the Best Interval of Incubation Time in Measuring Primary Productivity in the Waters of the Spermonde Archipelago)

Rahmadi Tambaru1 & Muh. Farid Samawi1
1)Fakultas Imu Kelautan dan Perikanan, UNHAS Makassar

ABSTRAK
Penelitian ini betujuan menganalisa selang waktu inkubasi yang terbaik untuk pengukuran produktivitas primer dan menjadi petunjuk dalam pengukuran produktivitas primer perairan khususnya di perairan kepulauan spermonde. Hasil analisa penentuan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer menunjukkan bahwa selang waktu inkubasi sangat mempengaruhi produktivitas primer, dan selang waktu inkubasi kedua dan ketiga adalah terbaik.

Abstract
The objectives of this research were to analyze the determination of the best interval of incubation time and to make the result of research as a guidance in measuring of primary productivity, especially in the waters of the spermonde archipelago. The best intervals of incubation time were obtained at the second and and third intervals of incubation time.

Key words : Selang waktu inkubasi (interval of incubation time), produktivitas primer (primary productivit)

PENDAHULUAN
Teknik pengukuran produktivitas primer fitoplankton, dilakukan dengan cara inkubasi sampel untuk menghitung besarnya produktivitas primer dalam suatu perairan. Namun dalam penentuan selang waktu dalam penginkubasian masih berdasarkan keinginan peneliti, sehingga hasil produktivitas primer dalam suatu perairan dihasilkan berbeda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.
Perbedaan selang waktu inkubasi akan memberikan hasil yang berbeda pada kandungan produktivitas primer perairan antara satu peneliti dengan peneliti lainnya. Hal ini terjadi oleh karena belum ada penelitian tentang selang waktu yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer, sementara hal itu sangat penting diketahui dalam suatu perairan. Oleh karena itu, diharapkan dalam penelitian ini akan diperoleh selang waktu yang terbaik, sehingga dalam pengukuran produktivitas primer didapatkan hasil yang lebih mendekati nilai kandungan produtivitas primer yang sebenarnya dalam suatu perairan.
Ketepatan penentuan besarnya kandungan produktifitas primer dalam suatu perairan dapat diperoleh apabila ada dasar dalam penentuan selang waktu inkubasi yang tepat, yang digunakan dalam pengukuran produktivitas primer. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka telah dilakukan penelitian menyangkut tentang hal tersebut. Hasil yang diharapkan adalah nantinya akan didapatkan selang waktu yang tepat dalam pengukuran produktivitas primer, dengan demikian besarnya produktivitas primer dalam suatu perairan didapatkan hasil yang lebih akurat.

Contact person : Dr.Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si.
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245
Hp 081241288696



METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perairan pulau Barrang Lompo Kota Makassar pada bulan Mei sampai dengan Desember 2002. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan pengamatan pendahuluan, dilakukan pada satu lokasi dengan empat kedalaman masing-masing 0 m, 5 m, 10 m, dan 15 m, yang masih dalam zona eufotik. Penetapan selang waktu inkubasi didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambaru (2000) yang mendapatkan waktu inkubasi terbaik jam 10:00-14:00. Untuk itu dalam penelitian ini telah dilakukan pada tiga selang waktu inkubasi yaitu Selang Waktu Inkubasi I (09:00-14:00), II (10:00-14:00), dan III (11:00-16:00).
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan mengukur kandungan oksigen dalam botol terang-gelap setelah diinkubasi. Pengambilan contoh air dilakukan pada tiap kedalaman, kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol. Selanjutnya dilakukan pengukuran oksigen awal pada botol initial dari contoh air yang terambil, selanjutnya botol lainnya (2 botol terang dan 1 botol gelap) diinkubasi sesuai dengan waktu inkubasi pada tiap kedalaman. Dalam penghitungan produktivitas primer dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Umaly dan Cuvin (1988)
Analisis yang digunakan dalam penentuan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer adalah menggunakan RAK (rancangan acak kelompok) Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam. Jika hasil sidik ragam memperlihatkan perbedaan, maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Selang Waktu Inkubasi Terbaik
Pengukuran kandungan produktivitas primer pada selang waktu inkubasi I didapatkan kisaran 15.63-28.98 mg C/m3/jam, selang waktu inkubasi II dengan kisaran 24.14-48.91 mg C/m3/jam, dan selang waktu inkubasi III dengan kisaran 21.53-46.30 mg C/m3/jam (Tabel 5 dan Gambar 2). Dari hasil tersebut terlihat bahwa kandungan produktivitas primer tertinggi didapatkan pada selang waktu inkubasi kedua pada setiap kedalaman diikuti selang waktu inkubasi ketiga, selanjutnya selang waktu inkubasi pertama.
Penentuan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer dapat dilihat pada analisa sidik ragam Lampiran 1. Hasil analisa tersebut memperlihatkan bahwa selang waktu inkubasi sangat mempengaruhi kandungan produktivitas primer di perairan Pulau Barrang Lompo. Selanjutnya untuk melihat selang waktu inkubasi yang terbaik dilakukan uji Beda Nyata terkecil (BNT) (Lampiran 2). Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa selang waktu inkubasi yang terbaik didapatkan pada selang waktu inkubasi II dan III, selanjutnya selang waktu inkubasi I.
Tingginya kandungan produktivitas primer pada selang waktu inkubasi II disebabkan karena pemanfaatan cahaya yang lebih baik. Intensitas cahaya pada selang waktu inkubasi tersebut oleh fitoplankton secara optimal digunakan dalam proses fotosintesis. Di samping itu, pada selang waktu inkubasi tersebut sudut datang cahaya semakin besar dan dalam selang tersebut mencapai puncak penyinaran dengan sudut datang maksimum antara jam 12:00 sampai 13:00 (Tambaru, 2000). Seiring dengan semakin besarnya sudut datang cahaya matahari, menyebabkan cahaya matahari semakin kuat dan besar masuk kedalam perairan. Intensitas cahaya yang sampai kepermukaan berpenetrasi kuat sampai kedalam kolom air oleh karena sudut datangnya yang lebih besar, menyebabkan intensitas lebih banyak masuk kedalam perairan, dan sebaliknya (Parsons et al., 1984; Sumich, 1992).

Tabel 5. Produktivitas primer pada masing-masing selang waktu dan kedalaman
inkubasi Di perairan Pulau Barrang Lompo

Selang Waktu Inkubasi Kedalaman (m) Produktivitas Primer
(mg C/m3/jam)
I 0 28.98
5 20.84
10 15.63
15 15.63

II 0 47.61
5 48.91
10 37.15
15 24.14

III 0 40.36
5 46.30
10 33.95
15 21.53


Hal ini tentunya berpengaruh terhadap pemanfaatan cahaya yang semakin besar oleh fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Selanjutnya, dalam hal penyesuaian cahaya dalam melakukan aktifitas oleh fitoplankton pada selang waktu inkubasi kedua telah tercapai, hal ini disebabkan karena penyesuaian tersebut telah berlangsung pada saat matahari mulai ada sejak jam 06.00 pagi. Dengan demikian intensitas cahaya yang ada secara keseluruhan dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Kondisi ini terjadi pula pada selang waktu inkubasi ketiga.
Pada selang waktu inkubasi ketiga, penyesuaian akan intensitas cahaya juga telah tercapai. Dengan demikian keseluruhan cahaya yang ada semuanya digunakan dalam proses fotosintesis. Di samping itu, pada selang waktu inkubasi tersebut juga mendapatkan penyinaran maksimum seperti pada selang waktu inkubasi kedua dalam artian intensitas cahaya yang ada mencapai puncak penyinaran (12:00-13:00). Hal ini berati bahwa intensitas cahaya yang masuk ke perairan sangat besar, dan tentunya sangat berpengaruh terhadap aktifitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Selanjutnya, pada Tabel 5 memperlihatkan ada penurunan kandungan produktivitas primer bila dibandingkan dengan selang inkubasi kedua. Hal ini dapat dimengerti oleh karena dalam selang waktu tersebut terjadi penyinaran yang semakin berkurang setelah mencapai puncak sekitar jam 12.00-13.00. Penurunan intensitas cahaya ini tentunya berpengaruh terhadap aktifitas fitoplankton, dan secara langsung berpengaruh terhadap besarnya nilai produktivitas primer. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Nybakken (1988) bahwa laju produksi primer akan menurun bila intensitas cahaya juga menurun. Namun, penurunan kandungan produktivitas primer ini belum memberikan pengaruh yang menyolok, dalam artian bahwa perbedaan kandungan yang diperoleh pada selang waktu inkubasi II setelah dilakukan pengujian ternyata tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Selanjutnya, bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada selang waktu inkubasi I, hasil yang diperoleh masih lebih baik baik.
Selang waktu inkubasi I merupakan selang waktu inkubasi yang memberikan hasil lebih rendah dari waktu inkubasi yang lain. Hal ini diduga pada waktu inkubasi tersebut, fitoplankton baru melakukan taraf penyesuaian dengan kondisi intensitas cahaya yang baru masuk ke perairan (pagi hari). Jenis-jenis fitoplankton saat itu baru melakukan penyesuaian ke lapisan air di mana intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya, sebagaimana yang dikatakan oleh James et al. (1990 dalam Samawi, 2000) bahwa intensitas cahaya merupakan faktor penting dalam migrasi vertikal organisme plankton. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jeffries dan Mills (1996 dalam Effendi, 2000), bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh pada tingkah laku organisme akuatik. Algae planktonik memperlihatkan respon terhadap intensitas cahaya yang ada, oleh karenanya melakukan pergerakan vertikal pada kolom air (Valiela, 1984). Periode penyesuaian ini menyebabkan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis belum berjalan secara optimal, dan hal inilah yang menyebabkan kandungan produktivitas primer pada selang waktu inkubasi I lebih rendah dari selang waktu inkubasi II dan III.

KESIMPULAN
Pengaruh selang waktu inkubasi terhadap produktivitas primer di perairan pulau Barrang Lompo sangat berbeda nyata. Selang waktu inkubasi yang terbaik untuk pengukuran produktivitas primer adalah antara jam 10:00-14:00 (selang waktu inkubasi II)dan 11:00-16:00 (selang waktu inkubasi III).

Daftar Pustaka
Arinardi, O. H., Trimaningsih dan Sudirjo. 1994. Pengantar Tentang Plankton serta Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa dan Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mackenthum, K. M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United States Department of Interior, Federal Water Pollution Control Administration, Division of Technical Support.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta.
Parson, T. R., M. Takashi and B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Third Edition. Pergamon Press, Offord-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. AIT, Bangkok.

Raymont, J. E. G. 1963. Plankton and Productivity in the Ocean. Mc Millan Co., New York.

Samawi, M. F. 2000. Hubungan antara Struktur Komunitas dan Biomassa Fitoplankton dengan Hara Nitrogen-Fosfor pada Berbagai Ekosistem Pantai Pulau Bone Batang. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biologi Marine Life. Fifth Edition. WCB WM.C.Brown Publisher.

Swingle, H. S. 1968. Standardization of Chemical Analyses for Water and Pond. FAO World on Warm-Water Pond Fish Culture. FAO Fisheries Report 44 (A):397-421.

Tambaru, R. 2000. Pengaruh Intensitas Cahaya Pada Berbagai Waktu Inkubasi Terhadap Produktivitas Primer Fitoplankton Di Perairan Teluk Hurun. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Umaly, R. C. and L. A. Cuvin. 1988. Limnology:Laboratory and Field Guide Physico-Chemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publ., Manila.
Valiela, I. 1984. Marine ecologycal processes. Springer-Verlag. New York.

Widjaja, F., S. Suwignyo, S. Yulianda, dan H. Effendi. 1994. Komposisi Jenis, Kelimpahan dan Penyebaran Plankton Laut di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor.


Lampiran 1. Analisa Sidik Ragam
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5023.953 11 456.723 16.538 .000
Intercept 36295.965 1 36295.965 1314.297 .000
SELANG 2465.263 2 1232.632 44.634 .000
KDLM 2128.729 3 709.576 25.694 .000
SELANG*KDLM 429.961 6 71.660 2.595 .044
Error 662.790 24 27.616
Total 41982.708 36
Corrected Total 5686.743 35

Kesimpulan : Selang Waktu Inkubasi berpengaruh terhadap Produktivitas Primer.

Lampiran 2. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Penentuan Selang Waktu Inkubasi Terbaik
VARIABEL TAK BEBAS : Produktifitas primer Bersih
VARIABEL BEBAS : Selang Waktu Inkubasi
Mean Difference Std. Sig.95% Confidence Interval
(I-J) Error
(I)SELANG (J)SELANG Lower Bound Upper Bound
I II -19.1817* 2.1454 .000 -23.6095 -14.7538
III -15.2658* 2.1454 .000 -19.6937 -10.8380
II I 19.1817* 2.1454 .000 14.7538 23.6095
III 3.9158 2.1454 .080 -.5120 8.3437
III I 15.2658* 2.1454 .000 10.8380 19.6937
II -3.9158 2.1454 .080 -8.3437 .5120

Pada interval 95 %
Kesimpulan : Urutan Selang Waktu Inkubasi yang terbaik adalah Selang Waktu Inkubasi II (10.00-14.00) dan III (11.00-16.00), lalu Selang Waktu Inkubasi I (09.00-14.00).

Selasa, 20 April 2010

HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN INTENSITAS CAHAYA DI PERAIRAN TELUK HURUN

Jurnal Torani. Vol. 14 (4) Desember 2004. ISSN : 0853-4489

HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN INTENSITAS CAHAYA DI PERAIRAN TELUK HURUN
(The relationship between phytoplankton primary productivity and light intensity in the Gulf of Hurun)

Rahmadi Tambaru1, Enan M. Adiwilaga2, & Richardus F. Kaswadji2

1)Fakultas Imu Kelautan dan Perikanan, UNHAS Makassar
2) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor

PENDAHULUAN
Produktivitas primer perairan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu besarnya intensitas cahaya, kandungan unsur hara dan kelimpahan jenis fitoplankton. Ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dan apabila salah satu diantaranya kurang ditemukan dalam suatu perairan maka kandungan produktivitas primer akan ditemukan rendah.
Intensitas cahaya dalam hal ini cahaya matahari merupakan jumlah energi yang diterima oleh bumi pada waktu dan areal tertentu (Wetzel dan Licken, 1979). Intensitas ini merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Jumlah energi yang diterima oleh bumi bergantung kepada kualitas, kuantitas dan lama periode penyinaran, yang merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan.
Selanjutnya, aspek dasar dari cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan kualitasnya. Kedua karakter ini berfluktuasi di laut, bergantung kepada waktu (harian, musiman, dan tahunan), ruang (perbedaan lokasi di bumi dan kedalaman), kondisi cuaca, penyebaran sudut datang termasuk arah perubahan maksimum, dan tingkat difusi dan polarisasi (Parsons, et al., 1984). Kesemua faktor tersebut mempengaruhi besar kecilnya cahaya masuk ke perairan, yang tentunya sangat berhubungan erat dengan kandungan produktifitas primer perairan. Oleh karena itu, telah dilakukan suatu penelitian menyangkut tentang hubungan intensitas cahaya dengan produktifitas primer di perairan Teluk Hurun pada berbagai waktu inkubasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Hurun Lampung pada bulan Mei 2000, yang secara geografis terletak pada 105o 13’ 0” BT dan 5o 31’ 30” sampai 5o 33’ 36” LS. Intensitas cahaya dan produktifitas primer diukur pada berbagai waktu inkubasi yaitu waktu inkubasi I (06:00-10:00); II (10:00-14:00); dan III (14:00-18:00), dan pada empat kedalaman masing-masing 0 m, 5 m, 10 m, dan 15 m.. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali berdasarkan hari.
Pengukuran produktivitas primer dilakukan melalui metode inkubasi. Untuk pengukuran intesitas cahaya, dilakukan dengan menggunakan alat Rigo Submarine Iluminometer langsung di lapangan yang dilakukan pada tiap waktu dan kedalaman inkubasi. Dalam menganalisis hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan Regresi Linier Sederhana.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Cahaya pada Berbagai Waktu dan Kedalaman Inkubasi
Pengukuran pada berbagai waktu dan kedalaman inkubasi dilakukan untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan, disamping mengetahui kedalaman lapisan eufotik. Secara umum intensitas cahaya pada tiap waktu dan kedalaman inkubasi dikategorikan masih dalam lapisan eufotik, dengan demikian besarnya intensitas cahaya dalam penelitian ini memberikan pengaruh positif dalam menunjang keberlangsungan proses fotosintesis.
Pada Tabel 1 memperlihatkan masing-masing waktu inkubasi mengalami penurunan nilai intensitas cahaya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Terlihat pada waktu inkubasi I mulai dari kedalaman 0 m, 5 m, 10 m sampai 15 m mengalami penurunan. Demikian pula pada waktu inkubasi II dan waktu inkubasi III.
Besarnya nilai intensitas cahaya ditemukan berbeda pada masing-masing waktu inkubasi disebabkan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan perairan memiliki sudut datang yang berbeda-beda. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Parsons et al., (1984) dan Sumich (1992) bahwa sudut datang sangat mempengaruhi besarnya nilai intensitas cahaya tiba di permukaan perairan. Selanjutnya, dari hasil penelitian (Tabel 1) ditemukan intensitas cahaya yang semakin menurun sejalan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal ini disebabkan intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan mengalami penurunan ketika sudut datang matahari semakin kecil (Sumich, 1992). Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, dalam penelitian ini ditemukan nilai intensitas cahaya tertinggi sampai ke kedalaman pada waktu inkubasi II, oleh karena intensitas cahaya pada waktu inkubasi tersebut mempunyai sudut datang lebih besar dari waktu inkubasi yang lain.
Kandungan Produktifitas Primer pada Berbagai Waktu dan Kedalaman Inkubasi
Pada Tabel 1 memperlihatkan produktifitas primer tertinggi ditemukan pada waktu inkubasi II, dan di berbagai kedalaman pada waktu inkubasi tersebut ditemukan nilai tertinggi pada kedalaman 5 m. Tingginya kandungan produktifitas primer pada waktu inkubasi II disebabkan karena intensitas cahaya lebih besar. Besarnya intensitas cahaya ini menyebabkan aktifitas fitolankton lebih aktif dibandingkan pada waktu inkubasi yang lain. Selanjutnya kedalaman 5 m pada waktu inkubasi II ditemukan nilai lebih tinggi dari kedalaman yang lain pada waktu inkubasi yang sama. Hal ini disebabkan intensitas cahaya yang ada (103 367 lux) sangat sesuai dengan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Tidak didapatkan produktivitas primer pada kedalaman 0 m, disebabkan intensitas cahaya yang ada saat itu (213 533 lux) sangat tinggi menyebabkan pigmen-pigmen fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis mengalami penghambatan.
Selanjutnya, pada waktu inkubasi III, intensitas cahaya yang ada mengalami penurunan jika dibandingkan dengan waktu inkubasi II (Tabel 1). Konsekwensinya, aktifitas fitoplankton mengalami penurunan dalam melakukan proses fotosintesis, mengakibatkan terjadinya penurunan produksi. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Nybakken (1988), laju produksi primer akan menurun bila intensitas cahaya juga menurun. Namun, hasil yang diperoleh masih lebih baik jika dibandingkan dengan waktu inkubasi I.
Waktu inkubasi I merupakan waktu inkubasi yang memberikan hasil lebih rendah dari waktu inkubasi yang lain (Tabel 1). Hal ini disebabkan pada waktu inkubasi tersebut, fitoplankton baru melakukan taraf penyesuaian dengan kondisi intensitas cahaya yang baru masuk ke perairan (pagi hari). Jenis-jenis fitoplankton saat itu baru melakukan penyesuaian ke lapisan air di mana intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jeffries dan Mills (1996 dalam Effendi, 2000) bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh pada tingkah laku organisme akuatik. Alga planktonik memperlihatkan respon terhadap intensitas cahaya yang ada, oleh karena itu melakukan pergerakan vertikal pada kolom air (Valiela, 1984). Periode penyesuaian ini menyebabkan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis belum berjalan secara optimal.
Hubungan Intensitas Cahaya dengan Produktivitas Primer
Dalam penelitian ini, hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada masing-masing waktu dan kedalaman inkubasi dianalisis dengan menggunakan analisa regresi linier sederhana dengan maksud untuk melihat keeratan hubungan antar keduanya.
Secara umum hubungan intensitas cahaya dengan produktivitas primer menunjukkan hubungan yang sangat kuat pada semua waktu inkubasi. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai koefisien determinasi (R2) di atas 50 %. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa produktivitas primer di perairan Teluk Hurun sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Dalam hubungannya dengan waktu inkubasi, terlihat bahwa hubungan yang sangat kuat terjadi pada waktu inkubasi II dengan nilai R2 sebesar 96.62 %.
Pada Gambar 1 terlihat hubungan yang kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman dengan persamaan regresinya adalah Y = -6E-09 X2 + 0.0005 X + 13.884 dan koefisien determinasinya adalah 52.48 %. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya, dalam bentuk kuadratik.
Gambar 2 memperlihatkan perbedaan kandungan produktivitas primer pada waktu inkubasi I di berbagai kedalaman. Terlihat bahwa pada kedalaman 10 m ditemukan kandungan produktivitas primer yang tertinggi. Bila dihubungkan dengan intensitas cahaya, tentunya pada kedalaman 0 m atau 5 m akan didapatkan produktivitas primer tertinggi oleh karena intensitas cahaya yang ada lebih tinggi dari kedalaman 10 m (Tabel 1), di samping besarnya intensitas cahaya saat itu (pagi hari) belum merupakan faktor penghambat pada kedalaman dekat permukaan. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa saat itu fitoplankton dalam tahap penyesuaian ke lapisan di mana intensitas cahaya yang ada sesuai dengan perkembangannya. Proses penyesuaian inilah yang menyebabkan fitoplankton belum optimal melakukan proses fotosintesis, di samping kelimpahan fitoplankton secara umum ditemukan lebih tinggi pada kedalaman yang lebih dalam (kondisi pagi hari).
Selanjutnya, Gambar 3 memperlihatkan hubungan yang sangat kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi II di berbagai kedalaman dengan persamaan regresinya adalah Y = -2E-09 X2 + 0.0004 X + 24.481 dan koefisien determinasinya adalah 96.62 %, dalam bentuk kuadratik.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa kedalaman 5 m merupakan kedalaman dengan kandungan produktivitas primer tertinggi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena intensitas cahaya pada kedalaman 5 m (Tabel 1) merupakan intensitas yang sangat sesuai untuk fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis. Pada kedalaman 0 m dengan intensitas cahaya 213 533 lux (Tabel 1) diduga sangat kuat, sehingga pigmen-pigmen fotosintesis fitoplankton tidak dapat melakukan penyerapan cahaya secara optimal. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Hendersen-Seller dan Markland (1987) bahwa pada umumnya intensitas cahaya yang lebih besar sebenarnya lebih efektif dalam proses fotosintesis, namun pada tingkat cahaya yang sangat tinggi dapat mengurangi laju proses tersebut, di samping itu enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis tidak dapat memainkan peranannya (Valilela, 1984).
Gambar 5 memperlihatkan hubungan yang kuat antara intensitas cahaya dengan produktivitas primer pada waktu inkubasi III dengan persamaan regresinya adalah Y = -4E-08 X2 + 0.0026 X + 8.4256 dan koefisien determinasinya adalah 88,76 %, dalam bentuk kuadratik.
Intensitas cahaya pada waktu inkubasi III di berbagai kedalaman telah mengalami penurunan dibandingkan dengan waktu inkubasi II (Tabel 1 dan Gambar 6). Kondisi ini secara logika akan ditemukan kandungan produktivitas primer tertinggi pada kedalaman 0 m di mana intensitas cahaya tidak lagi menghambat pigmen-pigmen fotosintesis fitoplankton. Namun, hal itu tidak terjadi bahkan justru ditemukan tertinggi pada kedalalaman 5 m (Gambar 5). Kelimpahan fitoplankton pada waktu inkubasi III inilah yang menjadi alasan mengapa produktivitas primer tertinggi tidak ditemukan pada kedalaman 0 m. Kelimpahan fitoplankton pada kedalaman 5 m diduga lebih tinggi dari 0 m menyebabkan produktivitas primer ditemukan tertinggi. Tidak ditemukannya kelimpahan tertinggi pada ke dalaman 0 m oleh karena penyinaran matahari sebelumnya sangat tinggi, kondisi ini tidak menguntungkan bahkan mematikan fitoplankton yang ada di permukaan.

KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh pada masing-masing waktu inkubasi memperlihatkan bahwa hubungan antara intensitas cahaya dan produktivitas primer memperlihatkan hubungan yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat pada nilai R2 masing-masing mempunyai nilai lebih dari 50 %. Dari nilai R2 yang didapatkan menunjukkan bahwa intensitas cahaya mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kandungan produktifitas primer pada waktu inkubasi II, selanjutnya waktu inkubasi III, dan kemudian waktu inkubasi I.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hendersen-Seller, B., and H.R. Markland. 1987. Decaying Lakes. The Origins and Control of Cultur Eutrophication. John Wiley & Sons.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta.

Parson, T. R., M. Takashi and B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Third Edition. Pergamon Press, Offord-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biologi Marine Life. Fifth Edition. WCB WM.C.Brown Publisher.

Umaly, R. C. and L. A. Cuvin. 1988. Limnology:Laboratory and Field Guide Physico-Chemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publ., Manila.

Valiela, I. 1984. Marine ecologycal processes. Springer-Verlag. New York.

Wetzel, R. G. and G. E. Licken. 1979. Limnological Analyses. W.B. Sounders Company, Philadelphia.


Contact person :
Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si.
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245
0411-58700/085299677570

PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK HURUN

Bulletin Penelitian Lembaga Penelitian UNHAS. Vol. XVII No. 45 Juni 2001. ISSN : 0215-174X

PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK HURUN
(The Influence of Incubation times to phytoplankton primary productivity
in Teluk Hurun)

Oleh :
Rahmadi Tambaru (Staf Pengajar Jur.Kelautan FIKP Unhas)
Enan M. Adiwilaga dan Richardus F.Kaswadji (Staf Pengajar FPIK IPB)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh waktu inkubasi terhadap produktivitas primer fitoplankton pada perairan laut. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi tambahan dalam penggunaan metode analisis produktivitas primer perairan laut, khususnya di Teluk Hurun. Kisaran intensitas cahaya diperoleh antara 200-294 000 lux. Secara umum, intensitas cahaya berfluktuasi pada masing-masing waktu pengukuran. Jumlah fitoplankton yang ditemukan adalah 53 jenis dari 5 klas. Klas Bacillariophyceae dan Dinophyceae mendominasi semua inkubasi. Nilai kualitas air (nitrat, ortophosfat, silikat, temperatur, pH, salinitas) masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Produktivitas primer fitoplankton tertinggi diperoleh pada waktu inkubasi kedua (10:00-14:00) diikuti waktu inkubasi ketiga (14:00-18:00) dan waktu inkubasi pertama (06:00-10:00) dengan nilai masing-masing adalah 36.75-52.87 mg C/m3/jam; 21.10-42.45 mg C/m3/jam; and 15.63-26.31 mg C/m3/jam.

ABSTRACT
The objectives of this research are to analyze the influence of incubation time on marine phytoplankton primary productivity. The result of this research is expected to give addition information on marine primary productivity method, especially in gulf of Hurun. The light intensity ranged between 200-294 000 lux. Generally, the light intensity fluctuate at each measuring time. The number of phytoplankton found are 53 kinds from 5 classes. Bacillariophycea and Dinophyceae class dominated during all incubation. The water quality values (nitrat, ortophosfat, silicate, temperatur, pH, salinity) are still in the tolerance limit of growing and developing phytoplankton. Phytoplankton primary productivity was the highest in the second incubation (10:00-14:00) followed by the third incubation (14:00-18:00) and the first incubation (06:00-10:00) with the value of 36.75-52.87 mg C/m3/hour; 21.10-42.45 mg C/m3/hour; and 15.63-26.31 mg C/m3/hour respectively.

Keywords : Waktu inkubasi (Incubation time), produktivitas primer (primary productivity), intensitas cahaya (light intensity), fitoplankton (phytoplankton).


PENDAHULUAN
Intensitas cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang merupakan faktor abiotik utama bukan hara yang sangat menentukan laju produktivitas primer fitoplankton di perairan (Wetzel dan Licken, 1979). Penurunan intensitas cahaya pada perairan laut terjadi dengan bertambahnya kedalaman perairan. Sudut datangnya cahaya matahari dan posisi (lintang dan bujur) perairan laut terhadap matahari merupakan faktor lain yang menyebabkan perbedaan intensitas cahaya, dan hal ini menyebabkan besar kecilnya kandungan produktivitas primer pada perairan laut. Oleh sebab itu produktivitas primer fitoplankton sangat
bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dalam satu perairan demikian pula dari satu perairan ke perairan lainnya (Kaswadji dkk., 1993). Dalam pengukuran produktivitas primer, selama ini dilakukan dengan melihat penyinaran matahari pada saat matahari tertinggi. Dengan dasar itu dilakukan penginkubasian, dan hasil inkubasi dikonversi ke dalam satuan satu hari. Permasalahannya, dalam pengukuran tidak memperhitungkan penyinaran matahari pada pagi maupun sore hari, sementara penyinaran pada saat itu juga mempengaruhi produktivitas primer perairan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran produktivitas primer, mulai pagi sampai sore hari.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh waktu inkubasi terhadap produktivitas primer fitoplankton pada perairan laut, dan menganalisis besarnya produktivitas primer harian. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi tambahan dalam penggunaan metode analisis produktivitas primer di samping menjadikan petunjuk dalam pengukuran produktivitas primer pada perairan laut khususnya di Teluk Hurun.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Teluk Hurun Lampung pada bulan Mei 2000, yang secara geografis terletak pada 105o 13’ 0” BT dan 5o 31’ 30” sampai 5o 33’ 36” LS.

Pemilihan Lokasi dan Waktu Inkubasi
Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan pengamatan pendahuluan dengan memperhitungkan kondisi perairan yang relatif tenang dan dalam. Penelitian ini dilakukan pada empat kedalaman masing-masing 0 m, 5 m, 10 m, dan 15 m. Inkubasi dilakukan selama satu hari yaitu jam 06:00-10:00; 10:00-14:00; 14:00-18:00. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali.

Pengukuran Produktivitas Primer
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan mengukur kandungan oksigen dalam botol terang-gelap setelah diinkubasi. Pengambilan contoh air dilakukan pada tiap kedalaman, kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol dengan terlebih dahulu disaring dengan plankton net berukuran 200 µm.. Selanjutnya dilakukan pengukuran oksigen awal pada botol initial dari contoh air yang terambil, selanjutnya botol terang-gelap diinkubasi sesuai dengan waktu inkubasi pada tiap kedalaman dan setelah itu dilakukan pengukuran kandungan oksigenya.

Pengambilan Contoh Air untuk Fitoplankton
Pengambilan contoh air untuk spesimen fitoplankton disaring sebanyak 10 liter dengan menggunakan plankton net berukuran 20 m. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam botol volume 35 ml dan diawetkan dengan laritan lugol (0.5 ml) (Vollenweider, 1974). Sebagai data penunjang, dilakukan pengukuran zat hara yaitu kandungan ortofosfat, nitrat, dan silikat, sementara pengukuran parameter kimia-fisika yaitu suhu, salinitas, dan pH dilakukan di lapangan (APHA, 1989).

Analisis Data
Pengaruh waktu inkubasi terhadap produktivitas primer dianalisis dengan menggunakan RAK (rancangan acak kelompok). Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam. Jika hasil sidik ragam memperlihatkan perbedaan, maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1989).



HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Cahaya
a. Intensitas Cahaya pada Permukaan Air
Hasil pengukuran intensitas cahaya pada permukaan air dilakukan pada jam 06:00-18:00 dengan selama selang waktu 5 menit, berkisar antara 200-294 000 lux. Didapatkan intensitas cahaya secara umum berfluktuasi pada setiap waktu pengukuran.
Selama penelitian intensitas cahaya saat mencapai puncak berbeda-beda pada setiap waktu pengamatan baik nilai intensitas maupun waktu pencapaiannya. Pada pengamatan pertama tanggal 28 Mei 2000, intensitas tertinggi didapatkan sebesar 274 000 lux pada jam 11:40 sampai 12:05 WIB, pengamatan kedua tanggal 29 Mei 2000 sebesar 290 000 lux pada jam 11:40 sampai 12:00 WIB, dan pengamatan ketiga tanggal 30 Mei 2000 sebesar 294 000 lux pada jam 11:55 WIB. Intensitas terendah pada setiap pengamatan diperoleh pada jam 18:00, berturut-turut dari pengamatan hari pertama, kedua dan ketiga sebesar 200 lux, 200 lux dan 1.000 lux. Adanya perbedaan besaran nilai intensitas cahaya serta waktu pencapaiannya baik nilai terendah maupun tertinggi disebabkan karena kondisi perawanan yang sangat mempengaruhi penetrasi cahaya ke permukaan air. Menurut Valiela (1984), cakupan awan di udara mempengaruhi intensitas cahaya matahari menjangkau permukaan laut. Di samping itu perbedaan besarnya intensitas cahaya yang masuk ke permukaan air juga dipengaruhi oleh lintang, yang tentunya berpengaruh terhadap ketinggian matahari tehadap suatu permukaan (Parsons, et al., 1984).

b. Intensitas cahaya pada berbagai kedalaman air
Besarnya nilai intensitas cahaya ditemukan berbeda pada masing-masing waktu inkubasi di berbagai kedalaman disebabkan intensitas cahaya yang sampai ke permukaan memiliki sudut datang yang berbeda-beda dimana sudut datang sangat mempengaruhi besarnya nilai intensitas cahaya dari permukaan sampai ke kedalaman air (Parsons et al., 1984; Sumich, 1992). Oleh sebab itu diperoleh nilai intensitas cahaya tertinggi sampai ke kedalaman pada waktu inkubasi jam 10:00-14:00, yang mempunyai sudut datang lebih besar dari waktu inkubasi yang lain. Walaupun demikian nilai koefisien peredupan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antar waktu pengamatan. Pengaruh penurunan intensitas dan koefisien peredupan pada berbagai kedalaman juga diakibatkan adanya penguraian dan penyerapan cahaya pada permukaan laut dan di berbagai kedalaman oleh molekul-molekul air itu sendiri (Valiela, 1984), disamping adanya organisme plankton dan partikel-partikel anorganik (Parsons et al., 1984; Zettler and Carter, 1986 dalam Koenings dan Edmundson, 1991).

Kelimpahan Fitoplankton
Fitoplankton yang ditemukan selama penelitian sebanyak 53 jenis dari 5 Kelas. Kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae merupakan kelas yang mendominasi seluruh waktu dan kedalaman inkubasi, namun dari persentase keberadaannya ditemukan tertinggi pada kelas Bacillariophyceae terutama jenis Chaetoceros. Kelimpahan rata-rata tertinggi fitoplankton pada kedalaman inkubasi ditemukan berbeda pada tiap waktu inkubasi (Tabel 2). Pada waktu inkubasi pertama kelimpahan rata-rata tertinggi ditemukan pada kedalaman 10 m, waktu inkubasi kedua pada kedalaman 0 m, dan pada waktu inkubasi ketiga kelimpahan tertinggi didapatkan pada kedalaman 5 m.

Parameter Kualitas Air
Penelitian yang dilakukan oleh Mackenthum (1969), mendapatkan bahwa untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat dan ortofosfat berturut-turut pada kisaran 0.9-3.5 mg/l dan 0.09-1.80 mg/l, silikat lebih besar dari 0.5 mg/l (Turner, 1980 dalam Widjaja, dkk., 1994). Hasil penelitian mendapatkan kisaran di bawah dari kisaran tersebut, namun masih dapat digunakan dalam pertumbuhan fitoplankton tapi tidak optimal, demikian pula kandungan silikat.
Suhu selama penelitian masih dalam kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton. Kisaran suhu yang diperoleh sesuai dengan kisaran suhu daerah tropis. Derajat kemasaman (pH) yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar antara 6.5-8.0. Untuk perairan laut menurut Nybakken (1988) antara 7.5-8.4. Kisaran pH selama penelitian masih dalam kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton.
Salinitas (‰) selama penelitian masih dalam berada kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton. Menurut Nybakken (1988), pesisir pantai merupakan perairan dinamis, menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.

Produktivitas Primer
a. Pengaruh Waktu Inkubasi
Produktivitas primer tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi kedua.
Pengaruh waktu inkubasi terhadap kandungan produktivitas primer dapat dilihat pada analisa sidik ragam Lampiran 1. Hasil analisa tersebut memperlihatkan bahwa waktu inkubasi sangat mempengaruhi kandungan produktivitas primer di perairan Teluk Hurun. Selanjutnya untuk melihat waktu inkubasi yang tertinggi dilakukan uji Beda Nyata terkecil (BNT) (Lampiran 2). Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa waktu inkubasi yang tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi kedua (10:00-14:00), selanjutnya waktu inkubasi ketiga (14:00-18:00), kemudian waktu inkubasi pertama (06:00-10:00).
Tingginya kandungan produktivitas primer pada waktu inkubasi kedua disebabkan karena intensitas cahaya yang ada lebih tinggi dari waktu inkubasi lainnya menyebabkan pemanfaatan cahaya oleh fitoplankton lebih besar. Ketersediaan cahaya dalam jumlah yang lebih banyak menyebabkan fitoplankton lebih aktif melakukan proses fotosintesis dan sebaliknya, dan laju produksi bergantung kepada besarnya cahaya yang masuk dalam suatu perairan (Valiela, 1984).

b. Persentase produktivitas primer tiap waktu inkubasi
Persentase produktivitas primer pada tiap waktu inkubasi memperlihatkan bahwa persentase tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi kedua. Pada waktu inkubasi pertama, kedua, dan ketiga didapatkan berturut-turut sebesar 1385.88 mg C/m2/4jam, 2986.68 mg C/m2/4jam, dan 2333 mg C/m2/4jam. Setelah dikonversi selama sehari didapatkan total produktivitas primer seluruh kolom air di perairan Teluk Hurun sebesar 6705.56 mg C/m2/hari.Hal ini memperlihatkan bahwa waktu inkubasi kedua memberikan kontribusi yang lebih besar dalam hubungannya dengan kandungan produktivitas primer, akan tetapi waktu inkubasi yang lain patut pula diperhitungkan sebab memberikan kontribusi pada total kandungan produktivitas primer di perairan Teluk Hurun.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.Intensitas cahaya permukaan berfluktuasi selama pengamatan, berkisar antara 200-294 000 lux. Selama pengamatan intensitas terendah dan tertinggi ditemukan berbeda menurut waktu pengamatan.
2. Hasil pengamatan parameter kualitas air masih dalam batas toleransi pertumbuhan fitoplankton.
3. Pengaruh intensitas cahaya pada berbagai waktu inkubasi terhadap produktivitas primer sangat berbeda nyata dan waktu inkubasi tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi kedua (10.00-14.00), selanjutnya waktu inkubasi ketiga (14:00-18:00), kemudian waktu inkubasi pertama (06:00-10:00).
4. Persentase produktivitas primer tertinggi didapatkan pada waktu inkubasi kedua sebesar 52.26 %, selanjutnya waktu inkubasi ketiga sebesar 34.28 %, kemudian waktu inkubasi pertama sebesar 20.46 %.

Saran
Dalam melakukan inkubasi air untuk pengukuran produktivitas primer sebaiknya memperhitungkan intensitas cahaya selama satu hari, oleh karena intensitas cahaya setiap waktu selama sehari mempengaruhi kandungan produktivitas primer.

DAFTAR PUSTAKA
APHA. 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water Including Bottom Sediment and Sludges. 12-th ed. Amer. Publ. Health Associacion Inc., New York.

Kaswadji, R. F., F. Widjaja dan Y. Wardiatno. 1993. Produktivitas Primer dan Laju Pertumbuhan Fitoplankton di Perairan Pantai Bekasi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 1(2) : 1-15.

Koenings, J. P., and J. A. Edmundson. 1991. Secchi Disk and Photometer Estimation of Light Regimen in Alaskan Lakes : Effect of Yellow Color and Turbidity. Limnology Oceanogrphy, 36 (1) : 91-105.

Mackenthum, K. M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United States Department of Interior, Federal Water Pollution Control Administration, Division of Technical Support.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M. Hutomo. Gramedia, Jakarta.

Parson, T. R., M. Takashi and B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Third Edition. Pergamon Press, Offord-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Steele, R. G. D. and J. H. Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistics, a Biomtrical Approach (Second edition). McGraw-Hill Kigakusha Ltd., Tokyo.

Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biologi Marine Life. Fifth Edition. WCB WM.C.Brown Publisher.

Valiela, I. 1984. Marine ecologycal processes. Springer-Verlag. New York.

Vollenwider, R. A. 1974. A Manual on Methods for Measuring Primary Production in Aquatic Environment (second edition) IBP Handbook No. 12 Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Wetzel, R. G. and G. E. Licken. 1979. Limnological Analyses. W.B. Sounders Company, Philadelphia.

Widjaja, F., Suwignyo, S., Yulianda, S., dan Effendi, H. 1994. Komposisi Jenis, Kelimpahan dan Penyebaran Plankton Laut di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor.